Senin, 30 Juli 2012

SUSAHNYA NYARI COWOK

‘’duch kok gue bisa sial gini ya dalam hal urusan percintaan ujar dysa di mejanya sambil meremas remas kertas bukunya yang sudah berantakan di atas meja, lo kenapa say ujar ai datang dan duduk di sebelahnya dan membelalakkan mata melihat hasil pekerjaan sahabatnya.Dysha tak menjawab malah menekan tombol hapenya, nich lo lihat ay nomor ini kan yang kenalan di facebook yang seminggu lalu gue certain, ai mengangguk ‘’terus masalahnya apa dys, kening ay seketika mengerut, gini semalam gue di suruh mama beli gorengan di depan gang serasi terus ical sms gue, yang anak smk 2 jurusan teknik gitu dia sms gue lagi di mana, gue bilang di depan gang serasi beli gorengan, ternyata ay lo gak akan nyangka kalo dia ternyata di depan gang serasi sama temanya lagi nunggu teman naik motor gitu terus dia sms lagi, lo pake jacket pink kan katanya, gue langsung nengok dia dimana secara gitu mau jumpa ya gemetar gitu ay lo tau kan gue ngomongnya manis Cuma di hape doank kalo ketemu mah gue ogah.
Gak ada jalan lain selain gue ketik iYa, Gue udah nerves gimana nich caranya buat kabur, tapi evi adek gue bilang gak usah kabur ketemu aja dulu ujarnya menarik tangan buat nyebrang jalan dan hasilnya gue ketemu juga dari jauh gue lihat kayaknya dewasa tapi oh my god mukanya baby face muda banget kelas satu sma sedangkan gue kelas 3, gue gak mau pacaran ama brondong pasti ngomongnya juga belum fasih kayaknya masih belum pengalaman dech menggaet cewek adek gue aja kelas 1 sma no way, tinggi sich okelah tinggian dia tapi mukanya lebih muda daripada aji adek gue,temannya sich diam aja no comment setelah bicara basa basi dan berbelit belit yang ngomongnya tentu saja ngalor ngidul gak jelas soalnya dua duanya sama sama nerves, Cuma jawabannya anu, anu dan anu entah apa bisa muncul kata anu.

Gue bisa kabur setelah hape gue bunyi dari mama, cepat pulang setelah member alasan yang super duper kuper logis gue permisi sambil menyunggingkan senyum manis padahal rasanya pahit juga megeluarkan senyumnya, sampai di kamar dan mengunci pintu rapat-rapat , aku menumpahkan kekesalanku pada evi, tapi dia gak bisa ngasih saran yang benar, setelah gue pikir pikir sampai lumat, gue ngidamin cowok yang tinggi lebih dewasa dari gue tapi gak pernah kesampaian where are you my prince ujarnya sambil memeluk boneka pandanya .

Maybe belun jodoh dys, lo yakin am ague ntar lo pasti dapat yang terbaik dech ujar ay sambil mengusap bahu sahabatnya. Trus si aly mau lo apain ujar ai kemudian, gue udah putusin dia ay mukanya sumpah ancur banget di facebook gantengnya kayak brad pitt tapi setelah meet gak tahu dech gelap rasanya dunia, ujar dysa membuka laptonya.

Saran gue ya dys, lo berhentii dech cari cowok di dunia maya lo kan udah dua kali disappointment, gue tahu lo gak suka tapi mereka akan sakit hati kalo lo tinggalin aja setelah ketemu mereka and look face originalnya, lo gak takut ntar terjadi apa apa gitu sambil menahannya memencet tombol biru di laptop.ay sayang gue gak akan apa apa gue akan terus cari okey gue tahu gue semalam nangis atau penyesalan diri segala macam yang buat gue terpuruk tapi gue akan pantang menyerah buat cari cowok yang pas buat gue ujarnya menyingkirkan tangan ay dan gue bersumpah gue akan terima cowok dalam seminggu ini yang nembak gue kalau gue gak terima gue jomblo seumur hidup.

Gila lo dys, lo tahu kan arti ucapan lo ujar ay membelalakkan matanya. Dysa mengangguk mantap sambil memainakan jari tangnnya di touchpand.Tiga hari kemudian di waktu pelajaran kimia kosong karena guru yang bersangkutan lagi naik haji, kifil mendekati meja dysha dan ay diikuti pedy dan putra.dysah yang tentu saja sangat membenci kifil yang orangnya sangat sok sekali dalam ha apapun,hay dysa gimana kabarnya, ujar kifil sambil duduk di depan dysa diikuti bodyguardnya.lo mau apa ujar dysha sambil menatap tajam, hey gue niatnya baik mau silaturrahmi .

Omong kosong lo mau bilang gue gendut, cewek pembual lagi ujar dysa memuntahkan kekesalannya. Terserah lah dysa lo mau bilang apa, tapi yang jelas sekarang perasaan gue berubah ama lo. Maksudnya serang dysa. Gue suka ama lo dysa gue tahu lo gak suka ama gue tapi plizz terima gue ujar kifil sambil mengeluarkan jurus ampuhnya seribu satu cara menngombal cewek.gue tahu lo boong kan ujar dysha khawatir.

Kifil menggeleng mantap . dysah melirik ay, gimana nich , okey buat dysa ku sayang gue beri lo waktu berpikir 2 hari 3per 4 jam gue tahu lo sok banget dengar kakang kifil nembak lo yang gak lo duga sama sekali yang yang yang gimana lo gak bisa ngomong apa atau bagaimana cara mengekspresikan kegembiraan mu ujar kifil sambil bangkit dari tempat duduk dengan terlebih dahulu memberi salam dan kiss bye yang langsung di tolak dysa.

Gimana nich ay, gak mungkin kan gue terima kifil secara dia itu rival forever n ever.
Tapi dys, lo udah janji gak akan milih milih lagi kan
Tapi itu sich sama aja nyeburin gue ke sungai es, udah pendek, hitam , nonton p**no, dan kayaknya omongannya gak ada yang beres.

Terserah elo dech dys, ntar kalo hukumannya datang lo tanggung sendiri pokoknya gue udah ngasih saran.dysa merenggut , otaknya serasa berputar lebih cepat dari waktu, tapi bukannya nyari jalan keluar yang ada malah sakit kepala.evi juga kayaknya menyerah mendengar cerita kakaknya, udah kepala batu gak bisa di nasehatin.

Vi lo mau kakak lo punya pacar mirip ucok baba. Tapi kan kakak yang buat sumpah paling gak seminggu pacaran baru putus gitu kenapa kak, kakak gak takut apa karma. Dysa bimbang juga tapi gengsinya lebih gede daripada tubuhnya yang udah gede kian. Hah… lo berani nolak gue ujar kifil . dysa mengangguk mantap membuat kifil mati gaya dan lekas menarik mukanya dari meja dysa. Cewek gak tahu berani banget dia nolak gue bukannya dia juga gak sempurna dengan tubuhnya yang segede gentong itu ujar kifil naik darah setelah sampai di bangkunya.

Awalnya dysa khawatir juga terjadi apa apa dengannya tapi Alhamdulillah tak terjadi apapun, hingga akhirnya ay mengenalkan temannya pada dysah yang bernama Adrian ntah bagaimana awalnya tahu tahu mereka sering ketemu dan jadian, Adrian itu putih tinggi, cocok lah denga tipe dysa tapi dysa membuat lagi tipe tambahan dalam kategori cowok idamannya, yaitu sekolah atau mahasiswa . Tapi Adrian putus sekolah. Ay udah angkat tangan membantu temannya, udah dapat yang oke masih saja kurang, mungkin allah gak akan langsung ngasih yang perfect buat dysa melainkan di uji dulu dengan yang tidak cocok di hatinya.

SUKA DAN DUKA DALAM PERSAHABATAN

Betapa enaknya bila seseorang peduli terhadap kita, selalu berpendapat atas apa yang kita lakukan. Begitupun yang dialami Tari, seorang siswi SMA yang mempunyai teman laki-laki bernama Ata yang ia anggap sebagai seorang kakak.
Pada awalnya hubungan kakak-adik ini tidak begitu lancar, seringkali Tari tidak dianggap dan dibuat kesal oleh Ata, tapi entah kenapa Tari tetap bersikeras hubungan ini harus tetap berlanjut.
Hari demi hari kominikasi terus berlanjut. Suatu hari Tari meng-sms Ata hanya sekedar ingin mengobrol atau semancam itulah niat Tari, 5 menit, 10 menit dan setengah jam tak ada balasan dari Ata. “Ata kemana sih? Sms aku kok gak dibales?”
Kejadian seperti ini terus saja terulang dan terulang. Kadang Tari bergumam “Apa aku lanjutkan saja hubungan ini? Aku merasa ini semua tidak ada arti lebih untukku. Tapi…entah mengapa hati kecil Tari bisa menenangkannya dan menyuruhnya untuk tetap bersabar menghadapi ini semua.

Pagi ini Tari berangkat sekolah dengan wajah yang tak bersemangat, tak ada senyum terhias di bibirnya. Jumpalah ia dengan sahabatnya yang bernama Riri,
“kenapa Tar muka kamu kucel banget?”
“Ah, kamu ini. Aku lagi gak semangat.”
“Kenapa lagi? karena Ata ya?” Tari memang selalu bercerita apapun pada sahabatnya ini.
“Iya gitu deh….”
“Tiap kamu pikir tentang kelanjutan hubungan ini, kesimpulan apa yang kamu dapat ?”
“Tetap sama Ri, selalu malah. Hati kecil aku selalu bilang Sabar Tar, Sabar.”
“Hmm, ya sudah kalo memang begitu, kamu ikuti apa kata hati kecilmu itu.” Tari pun hanya mengangguk. Mereka pun pergi ke kelas setelah bunyi bel berdering keras.

Sedangkan di lain tempat, Ata merasa sedikit enggan dengan hubungannya dengan Tari. Ia belum terbiasa akrab dan berbagi dengan perempuan bahkan dengan Ibunya sekalipun. Sama halnya dengan Tari, Ata pun tak bersemangat hari ini, ia pergi bermain untuk melupakan sejenak kebimbangannya. Ia menghampiri temannya yang bernama Kiki yang sedang duduk di kursi bambu tidak jauh dari rumah Ata.
“Hai Ki, lagi apa? Kamu terlihat sangat sedih?”
“Ini, ada yang menganggu pikiranku.”
“Ada apa? Ceritakan saja padaku, siapa tahu aku dapat membantumu.”
“Jadi gini, dulu aku bersahabat dengan seorang perempuan bernama Novi. Aku menikmati persahabatan ini, dia seperti kakak yang selalu nasehatin aku, tapi kadang dia seperti seorang adik yang sangat manja pada kakaknya. Entah sudah berapa lama kami bersahabat. Suatu hari, aku mengecewakannya dan ia bilang, ‘cukup, aku sudah engga tahan selalu kecewa karena kamu. Mulai sekarang lakukan apapun yang kamu mau dan jangan libatkan aku.’

Kalimat itu selalu terngiang ditelingaku jika aku melihatnya atau mengenangnya. Sekarang dia seakan tidak mengenalku ‘sahabatnya ini’. Ah ‘penyesalan memang selalu datang di akhir dan kedang terlambat untuk merubah semua itu’ oh iya Ta, semenjak aku cerita kamu diam saja ada apa?” Ata sedang merenungi sikapnya pada Tari, ia tak ingin pengalaman yang dialami Kiki teralami juga olehnya. Ata pun seolah berada dalam dunianya sendiri dan tak menghiraukan panggilan temannya itu.
“ATA!” teriak kiki mengagetkan Ata.
“Ada apa? Membuat orang kaget saja.”
“Habis kamu seperti orang tuli saja dipanggil tidak menyahut ada apa sebenarnya?”
“Apa? Tidak ada apa-apa, aku pulang duluan ya, nanti kita bertemu lagi!” Ata pun pergi meninggalkan Kiki yang heran akan sikap Ata.
Sesampainya dirumah, ia berlari menuju kamar dan menyambar hp-nya. “Ah tak ada sms dari Tari, apa mungkin ia marah?” pikirnya dalam hati. Tanpa pikir panjang ia meng-sms Tari.
Ost.full house pun terdengar pertanda ada sms. Begitu Tari membuka sms-nya muncul pertanyaan besar “Kenapa Ata sms duluan tumben banget.” Tari pun langsung membalas pesan singkat Ata. Bip..Bip.. Hp Ata bergetar, terlukis seulas senyum di wajahnya. Usaha Ata menghindari kejadian yang dialami Kiki berhasil, Tari masih menerimanya sebagai sahabat. Mereka pun semakin dekat walau terkadang muncul perselisihan karena sikap kurang dewasa keduannya.
Suatu hari, Ata bercerita bahwa ia menyukai teman sekelasnya yang bernama Widia. Tari pun berargumen bahwa Ata hanya simpatik dan tanpa hati menyukai Widia. Tapi sebenarnya ia khawatir akan kehadiran Widia yang akan mengalihkan perhatian Ata pada dirinya, perselisihan pendapat pun berlangsung sampai akhirnya Ata berkata, “kamu belum kenal aku tapi kenapa kamu sudah bisa meyimpulkan itu semua?”
Betapa sakitnya hati Tari mendengar itu semua, ia menangis di sudut kamar dan bergumam, “lalu selama ini aku dianggap sebagai apa?”

Hubungan Tari dan Ata pun merenggang, Tak ada sapa dan sms Tari untuk Ata. Sampai akhirnya Ata tidak tahan dengan sikap Tari dan mengajak Tari untuk bicara.
“Kenapa kamu bersikap seperti ini? Mengenai argumen kamu tentang rasa suka aku ke Widia? Itu salah.”
“Ok argumen aku salah, lupakan! Anggap aku tak pernah bicara apapun tentang itu semua!”
“Astaga, bukan itu maksudnya. Kamu salah paham, omongan kamu tadi menyinggung hati aku Ri.”
“Kamu pikir aku tidak tersinggung? Kamu berkata bahwa aku belum kenal kamu, lalu selama ini aku siapa buat kamu? Orang lain?”
“Kamu sahabat aku Ri, dan kamu juga adik aku. Ok aku minta maaf tapi Argumen kamu bikin pikiran aku kacau.”
“Kamu tahu? Setiap kamu kecewain aku, aku selalu berpikir untuk menjadi temanmu saja tapi hati aku bilang ‘Tetap sabar’ aku juga tidak mengerti akan keputusan hati aku.”
“Maaf Ri atas semua sikap aku tapi tolong kamu tetap jadi sahabat aku.”

Tari menghela nafas. “Aku juga minta maaf sudah berpendapat tidak wajar dan sikap tidak dewasaku, tapi kamu harus berjanji jangan lupakan aku jika kamu sudah berhasil deketin Widia. Janji?”
“Hahaha. Ternyata kamu khawatir. Tenang saja masa adik dan sahabat sendiri dilupakan, mungkin saja Widia tidak merimaku. Tapi kamu, masih menerimaku. Kurang bersyukur aku kalau sampai melupakanmu. Iya, aku berjanji.”
Tari pun tersenyum mendengar penuturan Ata. Persahabatan tak selamanya berjalan atas apa yang kita kehendaki, ada suka dan ada duka. Semua tergantung sikap kita untuk menghadapinya. Setelah kesalahpahaman itu berakhir, Ata dan Tari pun semakin dekat dan mencoba untuk lebih saling mengerti.

BIARKAN AKU MENCINTAIMU

Saat pertama kali berbicara dengan Randika, ucapannya begitu sombong, terkesan meremehkan orang lain. Memang wajahnya sangat tampan, berkulit putih, dan tinggi atletis. Rambutnya yang lurus dan hitam berstyle korea sangat keren di mataku. Tapi bukan itu yang membuatku tertarik padanya. Oke, aku tidak munafik, aku memang suka wajahnya yang tampan. Tapi aku lebih suka pada sikapnya yang sedikit angkuh, penuh percaya diri, jujur, setia kawan, dan berpengetahuan luas.
Entah kenapa, baru kali ini aku sangat nyambung dan nyaman berbicara dengan cowok. Rasanya aku ingin terus mengobrol dengannya, soal apa saja. Mulai dari obrolan yang sangat tidak penting, sampai obrolan yang sedikit penting. Rasanya waktu di kampus untuk mengobrol dengannya sangat sedikit. Aku ingin bertemu setiap saat, ingin mengobrol setiap saat.

Saat aku mengirim sms padanya untuk pertama kalinya, jantungku berdebar tidak karuan. Apalagi saat ia membalas smsku, jantungku sepertinya hampir melompat keluar. Meskipun ucapannya pedas, tapi ia sering menasihatiku tentang banyak hal. Seperti misalnya, “Kau tahu, semua lelaki itu pembohong besar. Banyak rayuan dan tipu muslihat. Sebaik-baiknya lelaki, pasti punya tipu muslihat. Mulut manis tapi hati berkata lain. Ya seperti aku aku ini.”
“Yah, aku tahu.” ujarku malas-malasan.
“Aku serius. Yah, lelaki yang benar-benar baik memang ada, tapi sangaaaat jarang. Seperti temanku, Key.”
Aku tertawa menanggapi. Menurut Randika, Key yang baik, pendiam, dan pemalu menyukaiku. Tapi aku tidak suka padanya. Tentu saja, saat ini kan aku sedang tertarik pada Randika!
“Benar, Key itu baik. Kenapa kau tidak mencoba dengannya?”
“Sudahlah, jangan bercanda terus.”
“Coba saja tanya padanya. Atau kau dekati dia lalu kaulihat apa reaksinya.”
Aku menatapnya dengan senyum. “Aku tidak suka padanya.”
Randika mengangkat bahu.

Aku bersaing secara sportif dengan Hana, temanku, untuk memperebutkan Randika. Lucu sekali….
“Hai, lagi pada ngapain, nih?” Seorang perempuan datang mendekat dengan gayanya yang tomboy dan menyenangkan, Deswita. Aku, Hana, dan Deswita berteman dan ia tahu bahwa aku dan Hana menyukai Randika. Ia sangat dekat dengan Randika. Deswita menyayangi dan memanjakan Randika seperti adiknya sendiri, meskipun ia sudah mempunyai pacar, Farhan namanya. Tapi terkadang aku melihat Deswita lebih senang bersama Randika dibanding dengan pacarnya sendiri. Tapi tentu saja itu hanya pikiranku sendiri, karena tidak ada yang tahu isi hati orang.

Aku dan Hana sangat penasaran dengan isi hati Randika terhadap Deswita.
“Aku hanya menganggapnya kakak.”
“Bohong, ah.” Aku menatap matanya yang cokelat, mencari kebenaran.
“Kalian ini, kenapa selalu menanyakan hal itu terus-menerus, sih?” Randika tertawa. “Aku jadi tidak nafsu makan nih.”
“Maaf….”
Randika tertawa. “Aku hanya bercanda, kok.” Lalu ia meneruskan makan nasi gorengnya di kantin yang ramai.
Saat ulang tahun Randika, kami bertiga; Deswita, aku, dan Hana merencanakan ulang tahunnya diam-diam. Membuat pesta kejutan kecil-kecilan dengan kue dan kado. Sebenarnya ini rencana Deswita. Aku dan Hana hanya memberinya kado sedangkan Deswita memberi kado sekaligus kue ulang tahun. Aku sedikit iri, tapi aku mencoba menelan rasa iriku itu. Randika sangat terkejut dan terharu. Apalagi saat Deswita memberinya kado. Aku menatap wajah Randika yang berseri-seri saat menatap Deswita.

Bebarapa minggu kemudian aku mendengar kabar bahwa Deswita putus dengan Farhan, membuat hatiku was-was. Aku selalu melihat Randika menenangkan hati Deswita yang sedih. Banyak cewek yang mencemooh Deswita, mengatakan bahwa Deswita putus dari Farhan karena Randika. Tapi aku tidak memercayainya, karena aku tahu sifat Deswita. Ia mungkin sedikit suka pada Randika, tapi itu bukan cinta. Aku tahu Deswita memang akrab dengan banyak lelaki karena itu aku tahu Deswita tidak menganggap Randika lebih daripada adik.
“Munafik, Deswita itu cintanya pada Randika, bukan Farhan.” ujar Tasya, sahabat Farhan.
“Tidak begitu. Deswita hanya menganggap Randika adik.”
“Kau temannya, jelas kau membelanya!”
“Kau juga teman Farhan, jelas kau membelanya. Mungkin ada alasan lain kenapa mereka putus.” Aku menatap kesal pada Tasya.

Aku kembali bertanya tentang isi hati Randika. Dan ia tetap menjawab, “Hanya kakak.”
“Sungguh?”

Ia mengangguk.
“Ada cewek yang kausuka?”
“Tidak ada.”

Aku tersenyum senang mendengarnya. Tapi entah kenapa aku begitu polos entah bodoh percaya saja pada ucapannya. Karena dua minggu kemudian (aku baru saja datang dari kampung halaman─menghabiskan liburan) aku mendengar kabar dari Hana bahwa Randika dan Deswita jadian. Aku sangat shock mendengarnya. “Kau bohong, kan, Na?”
“Aku tidak bohong. Aku tahu hatimu sangat sakit saat ini. Tapi kau harus tenang. Deswita tidak bilang padamu karena ia menunggu saat yang tepat untuk mengatakannya padamu. Ia tidak ingin gara-gara ini kau memusuhinya.”
“Kau sendiri bagaimana? Bukankah kau sangat menyukai Randika?”
“Aku menyukai Randika yang menyukai Deswita.” ujarnya tenang.
“Apa maksudmu?” Airmataku sudah tak terbendung lagi. Mata juga hatiku terasa panas.
Deswita memegang bahuku dengan sabar. “Aku sudah punya feeling dari dulu bahwa Randika menyukai Deswita. Tapi aku diam saja, aku tidak ingin membuatmu putus harapan. Dengar, Tiwi, kau jangan mengungkit apa pun pada Deswita sampai ia sendiri bicara padamu.”
Aku menggigit bibirku, aku terisak saat berkata, “aku tidak mau percaya ini, Na!” Aku menangis di bahu Hana, lalu ia menepuk-tepuk bahuku.
***

“Kau pengkhianat.” Aku menatap benci pada Deswita.
“Maaf…tapi aku tidak mengkhianati siapa-siapa.” Deswita menatapku.
“Kaubilang kau tidak menyukainya! Kaubilang kau hanya menganggapnya adik! Dan kau sangat tahu perasaanku padanya!”
“Tiwi….” Deswita tetap menatapku. “Aku sudah berulang kali menolak pernyataan cintanya, karena aku hanya menganggapnya adik, percayalah.”
“Lalu kenapa akhirnya kau terima cintanya?”
“Ia bilang ingin diberi kesempatan untuk masa percobaan….” Deswita menatapku dengan bola matanya yang hitam dan meneduhkan. “Setelah aku putus dengan Farhan, ia terus menghiburku. Lalu ia bilang padaku bahwa ia menyukaiku sejak pertama kali bertemu, namun mulai jatuh cinta padaku saat aku memberinya kue ultah dan kado. Ia terharu dan salah paham akan perhatianku itu….” Deswita tersenyum. “Aku ingin mencoba mencintainya, Tiwi.”
Aku menarik napas, mencoba menahan airmataku yang hampir tumpah. “Baiklah, aku mengerti.” Lalu aku langsung pergi meninggalkan Deswita yang duduk termangu di bangku taman kampus.

Malamnya aku melihat Deswita dan Randika berduaan di taman kampus. Hatiku terasa sakit melihatnya. Dengan menahan airmata kuucapkan selamat pada mereka berdua. Lalu aku permisi ke kantin. Airmataku kembali menetes untuk kesekian kalinya.
“Tegar, dong, Tiwi.”
“Aku nggak bisa secepat itu tegar, Na. Aku ingin pulang kampung lagi, menenangkan diri.”
“Pengecut.”
“Apa kaubilang?”
“Jangan lari dari masalah! Kau harus hadapi kenyataan, kalau kau kalah bersaing dengan Deswita. Lagipula…masih banyak cowok yang jauh lebih baik dari Randika.”
Aku menatap Hana dengan pandanganku yang buram karena airmata. Aku melihatnya berdiri tenang, mencoba mencari tahu isi hatinya. Mungkin ia lebih sakit hati dariku? Bagaimana ia bisa bersikap tenang begitu? Bagaimana cara Hana menyembunyikan isi hatinya yang galau? “Butuh waktu untuk memulihkan rasa sakit hatiku….”

Malam itu aku tidak bisa tidur. Lalu keesokannya aku menemui Deswita. “Kalian memang pacaran, tapi izinkan aku untuk menyukai Randika.”
“Tiwi, jangan begitu….”
“Aku takkan mengganggu. Jadi biarkan aku mencintainya. Sampai aku menemukan cinta yang lain.”
“Baiklah, terserah kau saja.” ucap Deswita akhirnya, dengan sedikit rasa cemburu.

Aku tersenyum. Lalu aku permisi ke kantin untuk membeli es teh manis, sekedar menghilangkan kegugupanku. Di sana aku bertemu Randika yang sedang makan siang.
“Kau belum pedekate juga pada Key?”
“Ah…aku malas untuk berpacaran….” dalihku.
“Sekarang ini ada lelaki yang sedang menyukaimu dan mengharapkanmu. Kenapa tidak menyambutnya? Nanti giliran kau mulai menyukai Key, Key malah berpaling pada cewek lain dan meninggalkanmu.”
“Sadis sekali kata-katamu.” Aku agak takut juga mendengar nasihatnya.

Randika tertawa. “Percayalah padaku.”
“Aku tidak ingin terburu-buru…biar waktu yang menjawab, Dika.”
Randika mengangkat bahu lalu melanjutkan makannya. Aku tersenyum memerhatikan Randika yang makan. “Apa, lihat-lihat? Sana pergi, ganggu orang makan saja.” Randika pura-pura mengusirku. Aku tertawa lalu aku pergi meninggalkannya menuju kelas untuk kuliah.
Tidak apa-apa kan jika aku mencintai Randika? Mungkin aku bodoh, tapi saat ini aku masih ingin mencintainya, masih ingin mengobrol dan bercanda dengannya, menikmati ucapannya yang pedas serta nasihat-nasihatnya yang meyakinkanku….

AKU MEMANG HARUS PERGI

Terpuruk, dalam kesedihan, mencoba menghibur diri sendiri karena tidak ada yang bisa membuat diri ini tersenyum kembali. Aku tak tau harus kucari kemana kebahagiaan ku yang tiba-tiba menghilang. Butuh waktu ku untuk menerima ini semua.
“hai ray, nglamun ajah” kata Diana mengagetkanku
“ehm lu dian, ngagetin ku aj”
“lu sih, ngalamun ajah, mikirin apa sih”
“ah gag kok,gag ada,”
“gag usah bohong de, gue tau lo pasti lagi ada masalah, iya kan?”. Desak dian
Aku tak menjawab, hanya menghela nafas panjang, aku memang tak bisa berbohong dihadapan Diana.
“gue gag papa kok dian, gue Cuma lagi pengen sendiri ajah” jawabku
“heh lo ni kebiasaan, kalu ada masalah, pasti diem, kalau ada masalah itu diselesein dong ray, jangan didiemi”
Aku tak menjawab hanya diam menunduk. Akhirnya Diana menyerah
“ya udah ,terserah loe, yang penting lo tau kan kalu lu mau cerita and butuh bantuan loe tinggal nyari gue” kata Diana sambil menepuk punggung ku
Aku hanya menganggugkan kepala dan tersenyum padanya, lalu kembali tenggelam kedalam buku-buku ku. Diana lalu pergi membiarkan ku sendiri. Dia memang mengerti kalau aku sedang begini aku lebih suka menyendiri dan tak ingin diganggu.

Pulang kuliah, aku langsung masuk dalam kamar kosanku yang kecil, maklum namanya aja juga kosan. Otakku,badan dan hatiku terasa tidak karuan. Membuatku sangat lelah, dan ingin segera memejamkan mata. Aku ingin sejenak istirahat dari rutinitas ini, aku ingin sejenak bisa melupakan masalahku.

Tanpa terasa justru air mata ku menggenang, diujung pelupuk mataku, mengalir pelan membentuk aliran-aliran kecil seperti anak sungai dipipiku. Mengapa akuu begitu rapuh. Mengapa aku selalu rapuh dan lemah dalam masalah percintaan. Aku selalu menjadi yang harus selalu mengalah.

Aku tidak ingin melakukan kesalahan yang dulu pernah aku lalukan, tanpa aku sadari aku telah menghancurkan hubungan saudaraku sendiri, dan kini saat semuanya telah kembali membaik, sahabatku sendiri mencintai saudara ku, konsekuensinya aku harus rela jauh darinya, aku benar-benar tak iklas jauh dari nya sahabat baikku.

“maaf teman, mungkin setelah ini kita akan jauh” kata rey
“iya aku mengerti, aku juga tidak ingin ada salah paham” jawabku
Lalu rey pergi, ketika dia berkunjung kerumahku pun aku tak akan menemuinya. Aku tak akan mengganggunya dengan vey kakakku. Sakit memang aku harus melepaskan sahabatku.
“udahlah ray, jangan terlalu dipikirin, masih banyak orang yang mau jadi sahabat kamu, yang selalu ada buat kamu” kata Diana menyemangatiku.
“makasih ya dian. Mungkin ini jalan yang terbaik, aku memang harus bisa mengerti”

Aku tak mengerti kalau persahabatanku akan berakhir dengan cara begini, aku tak mengerti mengapa urusan cinta akan menghancurkan persahabatan kami. Aku benar-benar tak mengerti, kenapa aku yang harus selalu disalahkan. Aku tak mengerti benar-benar tak mengerti. Kini keadaan telah memaksaku untuk jauh dari orang –orang yang aku sayang.
Aku harus rela jauh dari sahabatku sekaligus orang yang aku sayangi. Dalam hatiku aku marah, aku kecewa, aku sedih, tapi apa daya, aku hanya bisa melepasnya, melepaskan genggaman tangannya. Entah kapan aku bisa mengengam tangannya kembali

Mungkin kita memang tidak bisa bersama-sama lagi seperti dulu, mungkin aku harus rela jauh darimu teman, sebenarnya aku gag rela kau jauh dari , tapi aku akan belajar.untuk itu Kini aku akan pergi jauh, aku akan pindah ke Jakarta. Setelah ini kau tidak perlu lagi menjauhi ku. Besok pagi jam 7 aku akan berangkat kejakarta dengan pesawat.semoga kau bahagia dengan hidupmu sekarang.

Itu adalah pesan terkhirku untuk rey, setelah itu no ku tak kuaktifkan lagi. Sampai aku tiba di Jakarta, hp ku masih tak kuaktifkan. Entah apa balasan rey, entah dia membalas atau tidak. Aku langsung tidur, dan tak ingin keluar dulu.
“hai ray, udah bangun” tante masuk kamarku
“oh tante, ia tante, maaf ya tante aku kesiangan” kataku sambil menunduk
“ia gag papa,kamu uga pasti kecapean kan!” kata tante dengan senymnya, dan membelai rambutku.
“ya udah kamu cepet mandi, tante tunggu diruang makan untuk sarapan” kata tante lalu keluar dari kamarku. Aku hanya mengangguk. Lalu aku memalingkan mukaku pada benda kecil itu. Hanfonku, ku raih benda itu dan aku aktifkan. Stelah aku aktifkan. Banyak sekali pesan masuk. Ad sekitar 20 pesan. Aku buka satu persatu, aku tuju satu nomer disana. Rey ya rey, ya dia
“maafkan aku teman, aku tau aku salah, tapi aku juga tak tau harus bagaimana, aku tak bermaksud menjauhimu, tapi aku juga takut vey marah. Setelah aku tau kau akan pergi kejakarta, aku langsung pergi kekosmu, tapi kau tidak ada,aku pergi kebandara, menunggumu, tapi aku juga menemukanmu.kini aku merasa kehilanganmu sahabatku.nomormu juga tidak aktif trus.aku tau kau memang marah besar padaku. Aku memang pantas mendapat kemarahanmu, tapi aku ingin berjumpa denganmu”

Setelah kubaca pesan dari rey, kubalas sinkkat
“maaf rey,semuanya sudah terlambat.aku tidak akan pulang lagi kepalembang dalam waktu beberapa tahun lagi, jangan hubungi aku lagi.”

Hatiku terlalu sakit, aku melakukan semua ini bukan karena aku tak merestui hubungan merka, bukan karena aku membencinya, tapi aku ingin melupakan semuanya, karena aku terlalu sayang dengan mereka. Aku tak ingin melihat diantara mereka ada yang tersakiti. Sudah aku putuskan untuk pergi jauh dari mereka.
Setiap sms dan telefon dari rey tak ada satupun yang aku terima. Aku telah bertekat untuk melupakannya. Aku tak mau menjadi penghancur hubungan orang. Biarlah aku yang merasa sakit, karena aku sudah terbiasa. Mungkin ini sudah menjadi jalanku. Semuanya pasti akan indah pada saat nya nanti, dan sekarang aku memang harus benar-benar pergi.

MOMEN ROMANTIS NESSIE

Beberapa hari belakangan ini, cuaca sukar diprediksi. Hujan, tiba-tiba, sering turun dengan lebatnya, bahkan disertai angin kencang dan petir bersahutan. Pulang sekolah, aku harus dua kali naik kendaraan umum. Kalau Mas Dodi mengabarkan akan menjemputku hari ini, aku tentu senang sekali. Kalau tidak, aku terpaksa pulang sendiri, berebut mengejar angkot hingga malam tiba.

Dan hari ini, aku benar-benar tidak mungkin mengharapkan Mas Dodi segera hadir menjemputku dengan mobilnya. Barusan dia sms “KEJEBAK MACET JEMPUT MAMA DI TANAH ABANG”. Harapanku kini, hujan yang tiba-tiba turun segera berhenti. Paling tidak, setelah aku sampai di depan rumahku nanti hujan sudah reda.

Saat mikrolet yang kutumpangi berhenti di seberang jalan depan rumahku, senja yang gelap sudah berganti malam dan hujan belum berhenti juga. Aku terpaksa berlari dan berteduh di halte untuk sementara. Beberapa pengendara sepeda motor sudah banyak memenuhi halte. Jaket dan pakaian mereka sudah basah kuyup. Seorang bapal tua sedang melindungi isi gerobak barang-barang rongsongkannya dengan plastik. Ada juga bocah lelaki yang termenung karenasebagian koran jualannya basah dan belum terjual. Beberapa ibu dan anak-anak sekolah asyik makan gorengan sambil ngerumpo tertawa cekikikan.

Puas menatap orang-orang disekelilingku, di tengah terpaan cahaya lampu-lampu kendaraan yang lewat, sesosok  gadis kecil tampak menyeberang jalan menuju halte tempatku berteduh. Di tangannya, ada sebuah payung yang tidak terlalu besar.

Baju gadis kecil itu sudah basah kuyup ketika dia tiba di halte. Wajah imutnya mirip salah satu bintang sinetron cilik yang pernah kulihat di salah satu stasiun televisi. Beberapa orang anak sekolah dan ibu-ibu segera menyerbu gadis kecil itu. Tapi ketika gadis kecil itu melihat ke arahku, dia cepat menghampiriku, sepertinya dia sudah mengenalku sebelumnya.

Dia hanya menawarkan payungnya untukku.
“Ayo, Kak ikut payungku!” gadis kecil dengan lesung pipinya yang manis berkata padaku dengan polosnya.
“Apa kau mengenalku adik manis?” tanyaku sambil jongkok menyamai tinggi gadis kecil itu.
“Aku kenal. Kakak adalah teman kakaku. Nama kakak Nessie kan?” adik kecil itu balik bertanya padaku.
“Iya. Bagaimana kau bisa tahu, Dik?” tanyaku keheranan.
“Aku adiknya Kak Dheni. Teman kakak sewaktu SMP.” Jelasnya sambil menyungginggkan senyum yang membuat aku gemas.
“Dheni? Apakah dia yang menyuruhmu?”
“Tidak, Kak. Aku tadi baru pulang dari sekolah lalu melihat kakak. Ayo, Kak kuberi tumpangan dengan payung ini.” Tawar gadis kecil itu padaku.
“Manis sekali kau. Ayo kugendong! Akan kuantar kau pulang adik manis.” Kataku yang lalu mengambil payung berukuran sedang gadis kecil itu dan menggendongnya. Tak kuhiraukan bajuku yang sebagian basah karena harus menggendong gadis kecil yang basah kuyup ini.
   
Kuantarkan Shita kerumahnya dengan membawa payung berukuran sedangnya. Aku memutuskan untuk mengantar Shita ke rumahnya. Ada rasa khawatir diriku jika harus melihat gadis kecil ini berjalan sendiri ke rumahnya. Di perjalanan, belakangan kuketahui bahwa nama gadis kecil ini adalah Shita. Adik teman semasa SMPku dulu. Shita baru saja pulang dari rumah temannya untuk bermain. Lalu tiba-tiba turun hujan deras. Shita terpaksa harus menunggu sampai hujan reda. Namun, hujan tak kunjung reda. Ia takut ibunya akan khawatir. Shita membulatkan tekat untuk menerobos hujan menggunakan payung. Sialnya, tubuh kecil Shita tidak kuat menahan terpaan angin kencang yang membuat payungnya lepas dari genggaman tangan Shita. Walhasil ia jadi basah kuyup seperti sekarang ini.

Ketika sudah sampai di depan rumah, kuketuk pintu depan rumahnya.
“Assalamualaikum. . Assalamualaikum.” Kataku sambil mengertuk pintu rumah yang minimalis itu.
   
Sayup-sayup, aku mendengar suara pemuda menjawab salamku. Seorang pemuda yang sebaya denganku membuka pintu itu. Ia terpana kaget ketika melihat diriku menggendong Shita. Namun tatapan kaget itu sekejap hilang oleh senyum ramah dan hangatnya.
“Nessie? Kok bisa sama Shita?” tanya Dheni penasaran.
“Tadi aku ketemu adikmu di halte. Entah kenapa dia mengenaliku dan menawariku tumpangan payung. Shita bilang dia adikmu. Jadi kuantar dia kesini.” Jelasku panjang lebar.
“Iyadong Shita kenal kakak. Secara Kak Dhen. . . . .”
“Shita, sebaiknya kamu ganti baju dulu!” potong Dheni cepat-cepat.
“Siapa Dhen? Adikmu?” tiba-tiba suara lembut perempuan memecah rasa penasaranku.
“Iya, Bu. Bersama dengan Nessie.” Jawab Dheni.

Ibu Dheni, dengan senyum ramahnya mempersilakan aku masuk ke rumah sederhana yang hangat. Dengan senang hati aku masuk ke ruang tamu. Ini lebih baik daripada harus menunggu hujan lebat di luar untuk berhenti.
Ruang tamu ini, meskipun lebih kecil daripada ruang tamu yang ada dirumahku, tetapi terasa hangat, bersih dan nyaman. Aku merasa seperti sedang berada di rumah sendiri.

Ibu Dheni masuk kedalam dan meninggalkan aku dan Dheni di ruang tamu. Mungkin beliau ingin membantu Shita mengganti pakaiannya.
“Kamu jadi ikut basah ya?” pertanyaan Dheni memecah kesunyian yang ada diantara kami.
“Ah cuma sedikit kok. Gak apa-apa. Eh, ngomong-ngomong, kok adikmu bisa mengenaliku? Aku sendiri saja jarang melihat dia.” Tanyaku penasaran.
“Ah itu. . . biasa anak kecil suka bertanya-tanya. Dia tahu kamu  waktu dia melihat foto-foto album kenangan ketika SMP dulu”
“Oh. . .” jawabku santai.
   
Tak berapa lama, ibu Dheni masuk ke ruang tamu lagi membawa tiga cangkir teh dan setoples biskuit. Mungkin Ibu Dheni tahu kalau aku sedang merasa kedinginan saat ini. Tepat waktu sekali. Batinku dalam hati. Ibu Dheni lalu mempersilahkanku unyk minum. Dengan senang hati aku mengambil cangkir itu lalu menyeruput isinya seteguk yang lalu masuk lewat mulutku dan ke kerongkonganku. Ah. . . .segarnya.

Aku merasa sudah terlalu lama transit di rumah Dheni. Sudah semakin malam. Aku lalu memutuskan untuk meminjam payung di rumah Dheni.

Ibunya memaksa Dheni untuk mengantarku pulang. Padahal jarak antara rumah kami kira-kira hanya 300 m.
“Sudah malam, Ness. Biarkan Dheni mengantarmu pulang.” Paksa ibu Dheni.

Akhirnya, aku dan Dheni keluar rumah. Masing-masing membawa satu payung. Ketika aku sudah sampai  diseberang rumah, aku cepat-cepat lari menyeberang dan tidak memperhatikan kanan-kiri jalan. Tiba-tiba ada cahaya lampu. Aku menengok untuk melihat cahaya lampu itu, ternyata itu adalah cahaya lampu mobil yang jaraknya sudah sangat dekat denganku. Aku sudah berfikir bahwa aku akan dihantam oleh mobil itu, ketika aku memejamkan mata, cengkraman tangan yang kuat menarikku. Aku berbalik dan terhuyung. Dheni menarikku menjauhi mobil dan ia akhirnya membelakangi sisi kanan mobil dan berdiri dihadapanku. Ternyata di jalan itu ada kubangan air. Mobil melewati kubangan air itu dan menyipratkan airnya ke bagian belakag tubuh Dheni.
“Ness, kau tidak apa-apa?” tanya Dheni sambil melihat wajahku yang melongo.
“Aku? Aku sih tidak apa-apa. Tapi kamu jadi basah kuyup.” Kataku hampir histeris.
“Ah ini. . .tidak apa-apa.”
   
Kami lalu berjalan kedepan gerbang rumahku,
“Terimakasih telah menolongku, Dhen. Mau mampir dulu? Aku rasa kakakku punya baju ganti untukmu.” Tawarku.
“Sama-sama. Lain kali saja aku mampir. Ini sudah malam. Aku bisa ganti baju dirumah nanti. Aku pulang dulu ya!”
“Yasudah. Hati-hati. Terimakasih sekali atas pertolonganmu.” Kataku sambil tersenyum.

Dheni hanya tersenyum membalasku sambil mengangguk lalu berbalik arah untuk kembali menuju rumahnya. Aku berjalan memasuki halaman rumah melewati gerbang sambil senyam-senyum sendiri mengingat kejadian yang baru saja kualami. Seandainya aku tadi tidak ceroboh mungkin kejadian tadi tidak akan terjadi. Lain kali, aku tidak boleh ceroboh. Kataku dalam hati sambil senyam-senyum mengingat kejadian romantis tadi.

CURAHAN HATI GADIS GALAU

Harus mulai dari mana?
Yah, pertanyaan ini tiba-tiba saja muncul dikepalaku. Bagaimana caranya mengungkapkan rasa kekagumanku padanya. Hanya bisa memandangnya dari jauh, yaaaaah,, mungkin jantungku berdebar-debar jika aku tiba-tiba saja berpapasan dengannya. Mungkin semua orang seperti itu jika sedang jatuh cinta,, hehehe,,

Awal mula aku mengenalnya semenjak aku bekerja sebagai staff di sebuah perusahaan pertambangan di kotaku. Dengan tekad yang bulat, aku harus tinggal di mess dengan anak-anak perempuan yang lain. Sebagian besar waktuku dihabiskan dsana, hanya hari Sabtu dan Minggu aku baru bisa balik ke kota asalku. Hfffft,,, berat rasanya harus jauh dari keluargaku, apalagi sebagai bungsu, aku terbiasa dengan segala sesuatunya sudah siap tersedia sekarang aku harus bisa hidup mandiri. Fightiiing…. >: )

Dan, akupun untuk pertama kali melihat dirinya. Ketika aku sedang makan siang di kantin. Jantungku seperti biasa berdegup dengan kencangnya. Yaah.. mudahan saja temanku yang ada disampingku tak merasakannya. Aku pun berusaha untuk tenang dan tak terlihat canggung. Aku harus bisa menjaga perasaan ini, karena aku tidak mau semua teman kerjaku mengetahuinya. Haaaah,, bisa jadi bulan-bulanan aku dengan mereka.. 

ckckckkck…
Rasanya seperti lilin yang meleleh (huaaaaa, gedabruuuk!!!!)
Cara jalannya, penampilannya, wajahnya, mungkin menurut orang lain biasa saja. Tapi menurutku, dia istimewa. Karena aku pun menganggapnya biasa saja. Tapi hatiku berkata lain,,, (gedabruuuk,, ) sebenarnya aku ingin bilang,, kalau aku menyukainya apa adanya… plok plok plok plok….. :D

Suatu malam ketika aku sedang bersantai sambil menonton TV dengan teman satu mess ku, Lidya, aku ungkapkan segalanya.
“Ada deh pokoknya… “ jawabku setelah diberondong dengan berbagai pertanyaan investigasi dari Lidya
“Satu aja deh Alba clue nya, mmmmmh,,, dia naik bis atau bawa mobil? Dari departemen apa? Huruf depannyaaaaaa aja,,, mmmmhhh,,, pakai sepatu atau lebih sering pakai sandal? Ayolah Albaaa,, kasih tahu namanya, jadi aku bisa cari tahu, dia sudah merried atau belum, nanti kan buat kamu juga,, hehehe” ujar Lidya sambil tertawa. Haaaaaah…. Maaf Lidya,,, ingin rasanya memberitahumu. Tapi aku pun terlalu takut dengan kenyataan….

Kenyataannya, aku pun belum pernah bertegur sapa dengannya. Atau mungkin dia sudah memiliki kekasih disana yang sangat dicintainya. Yaaaah,,, sekali lagi aku hanya bisa memandangnya dari jauh. Dengan melihat wajahnya saja, sudah membuat hatiku teduh. Sudah lama aku tidak merasakan hal ini. Yang ada hanya seperti biasa, tidak ada yang istimewa. Hanya berlalu begitu saja. Dan pada akhirnya aku tak mengungkapkan segalanya.

Satu hal yang pasti, aku tidak merasa sedih dengan perasaanku yang tidak jelas ini. Dibilang kasihan juga bisa, tapi tidak terlalu kasihan juga. Yaaah.. sedang-sedang saja. Karena, perasaan ini membahagiakanku. Dia sudah membuat hidupku lebih bersemangat. Dia yang sudah membuatku tersenyum sendiri (mudahan g’gila, xixixi). Segalanya lebih terasa berwarna sekarang.

Aku pernah kutip satu puisi indah yang menyentuh jiwa. Dimana, cinta itu tidak harus selalu memiliki. Cinta yang tulus akan selalu bahagia walaupun tersakiti. Akan selalu mendoakan yang terbaik untuk orang yang terkasih. Yaaah… dari Lidya aku petik satu kalimat cantik… apa yaaah,, aku juga lupa,, heee,, intinya,, Ikhlas.

Aku mengenalmu lewat jiwa
Bukan lewat mata
Aku menjadikanmu kekasih lewat hati
Ku tak tahu…
Seperti apa aku dalam pandanganmu
Selayak apa aku dalam kehidupanmu
Tapi yang aku tahu
Meski dengan keterbatasanku
Berbalut kekuranganku
Aku menulis namamu dihatiku
Sejak awal kita bertemu
Dan takkan pernah terganti
Apa lagi terhapus…

SALAH NURUNIN RESLETING

Tumini seorang wanita dewasa pegawai sebuah kantor swasta asing pagi itu mau berangkat kerja dan lagi menunggu bus kota di mulut gang rumahnya. Seperti biasa pakaian yang dikenakan cukup ketat, roknya semi-mini, sehingga bodinya yang seksi semakin kelihatan lekuk likunya.
Bus kota datang, tumini berusaha naik lewat pintu belakang, tapi kakinya kok tidak sampai di tangga bus. Menyadari keketatan roknya, tangan kiri menjulur ke belakang untuk menurunkan sedikit resleting roknya supaya agak longgar.
Tapi, ough, masih juga belum bisa naik. Ia mengulangi untuk menurunkan lagi resleting roknya. Belum bisa naik juga ke tangga bus. Untuk usaha yang ketiga kalinya, belum sampai dia menurunkan lagi resleting roknya, tiba-tiba ada tangan kuat mendorong pantatnya dari belakang sampai Marini terloncat dan masuk ke dalam bus.
Tumini melihat ke belakang ingin tahu siapa yang mendorongnya, ternyata ada pemuda gondrong yang cengar-cengir melihat Tumini.
“Hei, kurang ajar kau. Berani-beraninya nggak sopan pegang-pegang pantat orang!”
Si pemuda menjawab kalem, “Yang nggak sopan itu situ, Mbak. Masak belum kenal aja berani-beraninya nurunin resleting celana gue.”